Warkah untuk sang teruna

Aduhai sang teruna...berbicaralah dengan hatimu,di mana kau letakkan keutamaan mu...
Sebagai seorang anak? atau suami......
begitulah nasib sang teruna....selalu lupa pimpinan di dunia....
begitu juga diriku ini...


Bila seronok, aku cari....pasanganku
Bila sedih, aku cari....Mak

Bila berjaya, aku ceritakan pada....pasanganku
Bila gagal, aku ceritakan pada....Mak

Bila bahagia, aku peluk erat....pasanganku
Bila berduka, aku peluk erat....Emakku

Bila nak bercuti, aku bawa....pasanganku
Bila sibuk, aku hantar anak ke rumah....Mak

Bila sambut valentine.. Aku bagi hadiah pada pasanganku
Bila sambut hari ibu...aku cuma dapat ucapkan "Selamat Hari Ibu"

Selalu.. aku ingat pasanganku
Selalu.. Mak ingat kat aku

Bila-bila... aku akan talipon pasanganku
Entah bila... aku nak talipon Mak

Selalu...aku belikan hadiah untuk pasanganku
Entah bila... aku nak belikan hadiah untuk Emak


Tatkala si ibu berbicara:


"Kalau kau sudah habis belajar dan berkerja...
bolehkah kau kirim wang untuk Mak?
Mak bukan nak banyak... lima puluh ringgit sebulan pun cukuplah".


Berderai air mata jika kita mendengarnya........



Tuan tuan,


Berapa ramai yang sanggup menyuapkan ibunya....
berapa ramai yang sanggup mencuci muntah ibunya.....
berapa ramai yang sanggup. mengantikan lampin ibunya.....
berapa ramai yang sanggup..... membersihkan najis ibunya.......
berapa ramai yang sanggup....... membuang ulat dan membersihkan luka kudis ibunya....
berapa ramai yang sanggup berhenti kerja untuk menjaga ibunya.....


Dan akhir sekali berapa ramai yang sanggup menjadi Imam utk sembahyang JENAZAH ibunya......
Ataupun paling kurang bersembahyang mengikut imam.....

Apabila Imam Masjidil Haram Menangis

Solat subuh sewaktu di Masjidil Haram, 2007, entah ayat apa yang dibaca oleh Imam di Masjidil Haram yang membuatkan beliau terhenti membaca surah kerana menahan sebak dan seketika kemudian meneruskannya di selang seli dengan esakan tangis yang perlahan …. sungguh memilukan. Air mataku turut mengalir bersama, tetapi lebih kepada merasai suasana kesedihan yang dirasai oleh Imam tersebut dan bukan kerana aku faham apa yang dibaca. Aku merasa amat rugi kerana tidak tahu ayat apa yang dibaca dan apa kandungan ayat yang dibaca sehingga membuatkan ia menangis begitu.

Tapi insiden tersebut benar-benar memberi kesan kepadaku. Aku merasakan betapa ruginya diri ini kerana selama berpuluh tahun aku bersembahyang tapi aku tidak faham apa yang aku baca di dalam solat. Lebih rugi lagi, waktu seminit dua yang kuluangkan untuk berinteraksi dengan Penciptaku tidak aku gunakan sepenuhnya. Sembahyang hanya seperti melepaskan batuk di tangga. Sesungguhnya bagi junjungan besar Nabi kita, Muhammad S.A.W., ahli keluarga baginda dan para sahabat baginda, waktu bersembahyang adalah waktu seorang hamba berkomunikasi dengan Tuhannya. Mereka merintih dalam sembahyang mereka, mengadu kepada Tuhan Rabbul Jalil. Mereka melepaskan rindu mereka kepada Penguasa Seluruh Alam ketika di dalam solat.

Bagi kita, umat di akhir zaman ini, solat atau sembahyang adalah tidak lebih dari satu rutin yang wajib kita laksanakan. Selagi tidak solat, tidak senang hati rasanya. Selesai solat, rasa sudah tertunailah tanggungjawab kita. Tapi sebenarnya, Allah tidak memerlukan solat kita. Kita yang sebenarnya sangat memerlukan solat tersebut.

Aku berazam untuk memahami makna beberapa ayat-ayat penting di dalam al-Quran yang mana aku boleh gunakan di dalam sembahyangku. Doa-doa yang terdapat di dalam al-Quran juga boleh aku hafal berserta memahami maknanya bagi memperbaiki komunikasiku dengan Allah Ta’ala. Moga Allah memperkenan.

Word of "ALLAH", what prof Al-Attas says

On December 13, 2009, during the Worldview of Islam Seminar organized by the Assembly of Muslim Intellectuals or Himpunan Keilmuan Muda (HAKIM), there was a question being posted to Professor Al-Attas regarding the polemical usage of the word "Allah" by the non-Muslims.


Below is the transcript of his brief-but-yet-concise enlightening remarks. As a word of caution, though, one must not only rely on this brief transcript alone to understand the whole spectrum of Prof. Al-Attas' view about this theological matter. Further thorough elucidation of his thought can be found in numerous works of this great  Muslim scholar of this age, such as Prolegomena to the Metaphysics of Islam, Islam and Secularism, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu and A Commentary on Hujjat al-Siddiq of Nur al-Din al-Raniri.




Question: The using of kalimah “Allah” by other people in this country Answers by Prof. Syed Muhammad Naquib Al-Attas:


Well I have been talking about this long time ago. I remember about this in ISTAC, when we first established ourselves (late 80’s and early 90’s), I think the Arcbishop of Penang was asking this question. And I have answered that.


And then we had a meeting with the Archbishop of Kuala Lumpur and about all the representatives of Christianity, including the ministers, we had a meeting at ISTAC.


And I said, “Why you want to use the word ‘Allah’ for yourself?”


They said “we going to pray in Bahasa Malaysia”


That’s the way they put it. So my answers to them, “Why you have to change praying into Bahasa Malaysia. You have been praying in English all the time. Why suddenly change into Bahasa Malaysia?”


Ok, so they said they want to change so that it more patriotic. Then in that case I’m saying that “why don’t you use Tuhan while praying in Bahasa Malaysia? Because you are talking about God isn’t it?…God is not just a name…”Allah” is a name of this Being whom you called God… and in fact a Being whom even higher than what you called to be God”


And then I said, “ …and “Allah” is not from Bahasa Malaysia. It is not a national language. It belongs to the language of Muslim all over the world. Therefore your argument using this for the word “Allah” does not fit into your idea of God. Because “Allah” does not have a son,  It is not one of three (Trinity), that is why out of respect to Allah we can’t allow you to use this.“


But when we Muslim, when we write in English we say God, or when we talk to people we say God but we mean “Allah”…but they cannot say when they speak about God it means “Allah” as they don’t mean it.


So in this particular respect, we have to be clear about this, not was-was (hesitate)...whomever responsible in our governing, they have to be clear about this and to explain to others.


We agree you want to use God, then use Tuhan as we also use that…but we understand in the Malay language that Tuhan is not a translation of Allah..that is why we say “tiada Tuhan melainkan Allah” not “tiada Tuhan melainkan Tuhan”. We don’t say “there is not God but God”..at least the ulama’ among the Muslim Malays, we understand what is the meaning of that (word “Allah”).


So “Allah” cannot be translated as no language has translated Allah. The Arabs themselves they only use that after Islam..although the word existed (before)..the Christians Arab they also did not use Allah (in theological, epistemological and ontological sense in the same manner as the Muslim)..if they say that it is just a language..they talking about language..because they say “Allah” like the Muslim when they (melatah)…


So it appears they want to do that in order to confuse the Muslim into thinking that all the same..that is why I say one of the problems about religion is the nature of God..about who Allah is..that is why in Arkanul Iman (The Pillars of Faith), the first thing is “amana billah”.


“Who is this Allah?” and that need to be explain at higher institution in a proper way…


So we have answer the question. It is not proper to allow them using this, since they asking us and there is no point bringing this to court since this is not a matter of court to decide it whether they have the freedom to use it or not. It is up to the Muslims.


But then if they used it and said “in Indonesia they have use it, why can’t we?”…but it is because of the Muslims..if Muslims don’t care they will go on and use it..and in Indonesia they are using not only that, other things they even call it “choir” as “selawat”. Choir is not a “selawat”, as “selawat” is for Prophet..it’s not singing hymn..


And they also talk about..in Indonesia they are also confuse..Muslims..that is why this thing happen. Sometimes the language when you come across English words like “Prophet of Doom” in Indonesia they said “Nabi celaka”. How can there be “Nabi celaka”? What is meant by the “Prophet of Doom” is…even the word Prophet in English does not mean “Nabi” only…it means “yang meramalkan malapetaka”..that what it means…so the “Prophet of Doom” means “yang meramalkan malapetaka”, not “Nabi celaka”.


They (the Muslims in Indonesia) seem not to bother about this. What we can say is that ultimately well they say “God is not Allah”...well if you want to use the word God, we are saying we also use the word God, we refer to Allah as we know and we are not saying that your God ultimately will not refer to Allah. You can’t run away from Allah. You can only escape Him and so in the Qur’an (surah An-Naas) says: “Qul aAAoothu birabbi annas, Maliki annas, Ilahi annas”. He (Allah) is saying “ I am the real Ilah (God) of naas (mankind)”, although mankind (non-Muslim) does not interpret it that way.

Peribadi wanita muslim 2

6. Wanita muslim memang tidak guna tudung tiga segi, apabila memakainya
diselempangkannya sehingga nyata bentuk perbukitan pada badannya. Sememangnya
ia menjadi tatapan mata lelaki yang jahat yang terkena panahan syaitan. Dia tahu
apabila bertudung, dia mesti melabuhkan tudungnya sehingga menutup
alur lehernya dan tidak menampakkan bentuk di bahagian dadanya. Pesan Rasul seperti
yang disuruh oleh Allah tersebut dalam ayat 59 al-Ahzab.Begitu juga seorang lelaki yangbergelar suami mesti memberi peringatan untuk isteri dan anak-anaknya.



7. Wanita muslim memang tidak guna lenggok bahasa yang boleh menggoda seorang
lelaki. Jika bercakap dengan lelaki yang bukan mahramnya, bercakaplahdengan
tegas. Jangan biarkan suara lentukku untuk menarik perhatian lelaki yang
sakit dalam hatinya. Sememangnya suara perempuan bukanlah aurat, jika aurat maka Allah
tidak akan menjadikan perempuan boleh berkata-kata. Bertegaslah dalam percakapan,
jangan gunakan suaramu untuk menarik perhatian lelaki sehingga menjadi
fitnah buatmu. Bahaya suara wanita yang bercakap dengan gaya membujuk yang
boleh mencairkan keegoan lelaki (yg bukan mahramnya) dicatat dalam ayat 32
surah al-Ahzab. Makna ayatnya lebih kurang begini .Maka janganlah kamu tunduk dlm
berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dlm hatinya dan
ucapkanlah perkataan yang baik Tunduk disini ditafsirkan sbg berbicara dgn
sikap yang boleh menimbulkan kebaranian orang untuk bertindak jahat kpd mereka.
Penyakit dlm hati adalah keinginan seorang lelaki utk melakukan perbuatan sumbang dgnnya seperti berzina. Mengapa? Lelaki sangat mudah tertarik kpd seorang wanita melalui suaranya.

8. Wanita muslim memang tidak guna alat make-up untuk menonjolkan kejelitaannya
melainkan di hadapan suaminya sahaja. Adab bersolek (tabarruj) ini amat ditekankan kepada wanita muslim (muslimah) kerana semestinya kecantikannya adalah hak
ekslusif yang mesti dipersembahkan kepada suaminya. Jika ingin keluar bekerja,dia memakai make-up secara bersederhana sahaja sehingga tidak jelas kelihatan pada wajahnya dia bersolek. Jangan bersolek sehingga cantiknya anda sehingga kadang2 wajah anda menjadi seperti hantu. Hendak bergincu? Jika bergincu, pakailah yg tidak menyerlah warnanya atau Mengapa tidak pakai lipstick sahaja?

9. Wanita muslim tidak guna kain tudungyang jarang-jarang seperti jarangnya jala yang digunakan untuk memukat haiwan akuatik.Kerana apabila memakai tudung seperti ini,akan nampak juga bahagian yang sepatutnya ditutup rapi dari pandangan orang lain. Rambut adalah mahkota, tetapi jangan biarkan mahkota itu tidak berharga dengan menayangkannya tanpa sebarang perlindungan. Jika mahkota berharga disimpan dengan rapi di dlam sangkar, dan ditambah pula pengawal untuk menjaga keselamatannya, maka demikian juga dengan rambut wanita. Sangkar itu adalah kain litup yang sempurna dan pengawalnya pula adalah ilmu yang diamalkan oleh anda untk memakainya dengan cara yang terbaik.
peribadi wanita muslim 1

Wanita berkerjaya : kemudahan yang dipandang mudah

Suatu hakikat yang tidak dapat di tolak oleh manusia, samada berdasarkan dalil a`kliah mahupun nakliah dari Qalamullah, AL-Quran, ialah sifat semula jadi lelaki dan wanita yang berbeza.Dilihat dari perspektif agama, sains dan psikologi, terdapat berbezaan yang begitu ketara antara lelaki dan wanita dari segi biologikal, fizikal, mental dan spiritual. Namun perbezaan berbezaan ini bukanlah penentu tinggi atau rendahnya darjat antara kedua-duanya, tetapi perbezaan terjadi sejajar dengan peranan khusus yang telah ditentukan oleh ALLAH S.W.T.
Maha suci ALLAH, Tuhan yang menjadikan lelaki dan perempuan - masing-masing mempunyai kelebihan untuk melengkapi dan membantu kelemahan antara satu sama lain.

            " Orang-orang mu`min lelaki dan wanita sebahagian mereka adalah penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh yang maaruf dan mencegah yang munkar." (At-Taubah  : 71)



Inilah soal prinsip yang harus difahami sebelum kita menghalusi lebih jauh perihal isteri yang bekerjaya mampu memantapkan rumahtangga atau sebaliknya. Menurut Islam, peranan wanita haruslah berlandaskan kedudukan dan taraf mereka berdasarkan syara` dan bukan pemberian hak yang seratus peratus sama seperti kaum lelaki. Peranan dalam keluarga dan masyarakat harus jelas, walaupun terdapat bidang yang boleh diceburi bersama oleh lelaki dan perempuan.
 Persoalan hak kesamaan untuk wanita ini sudah berlaku sejak zaman sahabat lagi, di mana ketika Ummul Mu`minin Ummu Salamah pernah menyuarakan untuk penglibatan yang lebih luasbagi wanita Islam. Maka hasrat itu telah di jawab terus oleh ALLAH S.W.T dalam firman-Nya yang bermaksud:

            " Dan janganlah kamu irihati terhadap apa yang dikurniakan ALLAH kepada sebahagian kamu yang lebih banyak dari sebahagian yang lain kerana bagi lelaki ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi kaum wanita ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada ALLAH kurnia-Nya. Sesungguhnya ALLAH maha mengetahui segala sesuatu" (An-Nisa:32)

Dalam keadaan ideal, yakni ketika suami mempunyai kemampuan yang cukup menyara keluarga, maka wanita tidak seharusnya mempunyai tuntutan untuk mencari nafkah. Menyara keluarga adalah tangungjawab sepenuhnya keatas suami. Firman ALLAH S.W.T yang bermaksud:

            "Kaum lelaki itu pemimpin bagi kaum wanita, oleh kerana ALLAH telah melebihkan sebahagian mereka (lelaki) atas yang lain (wanita), dan kerana mereka (lelaki) telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka." (An-Nisa :34)

Ayat diatas sudah cukup untuk menjadi hujah bahawa lelaki adalah yang mencari nafkah. Namun suasana yang ideal itu tidak dapat dikecapi pada setiap masa lebih-lebih lagi pada masa kini. Cabaran dari luar dan dalam telah menyebabkan umat Islam lemah dari segi material, mental dan spiritual. Jika kita lihat sekarang, ramai pasangan yang mana kaum lelaki yang malas bekerja, tidak mahu bekerja keras sedikit untuk menyara keluarga, terlibat dengan perkara yang munkar dan tidak menghiraukan hal rumah tangga langsung. Maka bagi pihak isteri, mereka tentu merasa bahawa kegunaan suami untuk mencari nafkah bagi keluarga sudah tiada guna lagi, dan mereka harus mengambil alih tanggungjawab tersebut. Penambahan bilangan wanita yang berpendidikan tinggi juga menjadi satu punca dimana wanita berfikir secara logik bahawa mereka juga ade hak untuk bekerja seperti mana lelaki, setelah mereka bersusah payah semasa belajar di institusi pengajian tinggi.
Bagi isteri yang berkerjaya, perlulah dilaksanakan secara berhati hati agar dapat mengenal antara mencari harta kerana desakan hidup atau mencari kerana sifat materialistik mereka sendiri, agar tidak berlaku ibarat kata pepatah " Yang dikejar tak dapat, yang dikendong keciciran".
 Hadith Rasulullah s.a.w, bermaksud :

            " Kesenangan dunia yang paling baik ialah isteri yang solehah. Kalau engkau (lelaki ) memandang kepadanya,maka dia membuat engkau gembira, dan kalau engkau kepergia, maka dia menjaga nama baikmu."